Kalau bukan karena ngalami dan lihat sendiri, aku juga nggak akan percaya kalau tanpa renovasi, tanpa ngecat ulang, tanpa ganti perabotan, hanya dengan mengorganisasi barang bisa ngasih efek dramatis ke interior rumah. Satu dari sedikit momen IRT yang bikin aku bangga. Perempuan bekerja nggak akan punya waktu untuk kerja organisasi serupa ini.
Aku pun harus dibantu Nita 1 hari, Pak Rosidi 1/2 hari. Yang kukerjakan sendiri, kalau dikerjakan selama 8 jam-an sehari, butuh 2 hari. Dengan stamina mbah-mbah-ku, aku butuh 2 mingguan.
Bayangkan:
Langkah#1: Mengamati barang apa aja yang sudah ada dan barang tambahan dari lantai bawah untuk bikin perencanaan space; apa ditaruh dimana.
Langkah#2: Mengosongkan separuh area untuk menyortir barang kecil.
Langkah#3: Menyiapkan kardus, container plastik, ember–apapun yang bisa kupakai untuk menyortir barang kecil per jenisnya.
Langkah#4: Mengeluarkan semua barang kecil, sedikit demi sedikit, sambil dipilah-pilah dalam wadah yang sudah kusiapkan.
Langkah#5: Menata barang besar–perabotan seperti rak dan meja–untuk jadi sentra penyimpanan barang kecil per jenisnya.
Langkah#6: Menata barang kecil di sentra-sentra yang sudah kusiapkan (jangan berharap sekali taruh langsung mapan disitu; harus selalu siap merubah rencana sembari nata).
Langkah#7: Mengulang lagi dari Langkah#1 untuk separuh space sisanya.
Untuk standar sebagian orang, lantai atasku sudah rapi dan bersih. Sayangnya rapiku nggak sama dengan rapinya kebanyakan orang Indonesia. Rapiku standarnya Amerika Utara.
Buat ilustrasi, bagi suamiku, lantai atas sudah ‘rajin’. Standarnya untuk merapikan barang adalah: semua dijejal di kardus atau container plastik. Yang dipahami operator forklift cuma efisiensi volume; diatur sedemikian rupa supaya per wadah bisa menampung sebanyak-banyaknya.
Ada harga yang harus dibayar untuk kerapian ‘pokoknya tersimpan di wadah tertutup’ ala suamiku.
Awal kami menikah, semua barang dari kos-kosan masa joko-nya disimpan di 2 kardus sedang dan 2 kardus jumbo. Buku, tugas akhir yang terlantar, CD, instrumen listrik, spare-part komputer dan motor dicampur jadi satu.
2 tahun kami ngontrak di rumah petak itu, aku cuma 1 kali melihatnya mbongkar hartanya. Saat kunci gembok motor hilang.
Dia yakin punya kunci serep. Dia bongkar 4 kardusnya, makan 1 jam-an, nggak ketemu.
Putus asa, dia keluar untuk nyeret motor masuk ke parkiran karena dia nggak akan bisa tidur kalau motor masih di luar meski tergembok.
Saat dia ngangkat roda belakang, dia nemu kunci gemboknya, tergeletak di tanah.
Kalau mau tahu ilustrasi standar rapiku:
Kunci serep hilang. Cari di sentra penyimpanan kunci (kalau kuncinya banyak pasti kupilah-pilah lagi; kunci lemari sendiri, kunci pintu rumah sendiri, kunci kendaraan sendiri).
Kalau nggak ada berarti mbongkar 1 rumah pun nggak akan nemu. Semua kunci adanya cuma di sentra kunci.
Jadi nggak perlu buang waktu, cari di luar rumah atau tempat lain yang bukan di dalam rumahku.
Itulah bedanya standar Probolinggo dengan standar Amerika Utara.
Penataanku memang makan waktu, nggak bisa dibawa nang mari nang wis seperti maunya suamiku, tapi pikirkan keuntungannya:
- Nggak perlu mbongkar sak lantai untuk cari sesuatu, sekecil apapun itu. Kertas pun kupilah berdasar warnanya.
- Saat terpaksa, lantai ini tetap bisa ditiduri tamu atau dibuat ngobrol (syarat: setelah aku bisa memecahkan masalah panasnya). Nggak kelihatan seperti gudang meski dipakai nyimpan banyak barang.
- Barang-barang yang tertata di satu ruangan seperti ini bisa dijual ke teman, tetangga dan saudara. Memang nggak bisa buat cari untung, tapi buat seorang pengontrak sepertiku, bisa mangkas biaya boyongan sekaligus cari rumah yang lebih kecil.
Aku bukanlah seorang yang menghadapkan wajahku ke negara-negara Barat, but I know a good thing when I see one. Kemampuan berpikir mereka memang unggul. Bukan cuma orang; space dan barang-barang rumah pun mereka organisasikan. Meski orang kita bangun sebelum fajar dan patuh kepada orang tua, mereka lah yang dapat lebih banyak dari dunia.
Yang manfaat, akan kutiru, darimanapun datangnya.
Saat dia ngangkat roda belakang, dia nemu kunci gemboknya, tergeletak di tanah. – Rasanya kayak nemu harta karun gitu ya :D
Lebih tepatnya seperti pingin njambak rambut istrinya, Gin. Yang menghilangkan kuncinya aku! Wakakakakak..
Alamat blogmu apa tho, Gin? Mau kusimpan di Reader. Kamu jarang-jarang nge-post ya?
Jarang nge Post, ya klo lagi iseng iseng aja. http://ginolovegood.wordpress.com/
Wah jd merasa tertantang nih…. saya setipe sama suami panjenengan. Sing penting barang2 tersimpan asal tdk terlihat berantakan. Ternyata itu memang ga cukup. Mau mulai ah… dr alat2 tulis kantor dan kunci2. Makasih mba….
Declutter to organize itu punya efek membebaskan lho, Mbak.. Obat perasaan lemah tidak berdaya menghadapi masalah hidup. Sungguh. Bonusnya: bisa ngasih uang. Supaya jadi uang, nggak cuma menuh-menuhi rumah, barang nganggur harus di-organize.
Oke deh. Happy organizing ya, Mbak Ervina.. Btw, ini ada hubungannya dengan postingan nata buku-buku lama di IG itu kah, Mbak?
Aku yang makasih, Mbak Ervina. Jadi makin semangat nuliskan project-project declutter & organize-ku kalau dapat respon yang seperti ini. Mungkin suatu hari postingan Mbak tentang hasil kerja declutter-organize di Rumah Vy ku-share di blogku boleh ya?
Declutter to organize– noted.
Sejauh ini aku masih di tahap ngumpulin.
Dan kayanya kalo laki-laki emang simple minded gitu. Semua dijejalkan sama suamiku hahhaa…
Tapi sekarang udah mulai nular, mulai rapi juga dia ;)
Syukur deh. Aku senang dengarnya. Sepertinya nggak ada satu pun kebiasaanku yang menular ke suamiku..